Petik Hikmah - Gak ada yang ujug-ujug (tiba-tiba) di dunia ini, apapun itu. Sayangnya, banyak orang melihat kesuksesan (entah di bidang apa) hanya sebagai hasil dan bukan proses.
“Enak ya, sekarang udah jadi manajer!”
“Enak ya, sekarang bukunya udah terbit!”
“Enak ya, dapat beasiswa!”
“Enak ya, sudah nikah!”
“Enak ya, sekarang sudah mapan!”
“Enak ya, tanahnya sekarang udah banyak!”
Ingat, Tidak Ada yang Instan di Dunia Ini
Dan, kalimat-kalimat serupa. Di satu sisi, orang yang dibegitukan mungkin akan senang karena hal tersebut adalah doa. Namun, di sisi lain, bila boleh jujur, yah, ada sedikit rasa kesal. Kesannya, orang lain enak banget ya kalau ngomong.
Tak mungkin ada langkah yang keseribu, bila tak ada langkah ke satu.
Seharusnya, ketika seseorang melihat orang lain sukses, yang dilihat tidak semata-mata hasilnya, apalagi bila sampai iri dan dengki. Ada yang lebih penting daripada hanya sekadar hasil, yaitu proses. Seharusnya, perjuangannyalah yang ditanyakan hingga bisa sampai seperti itu.
Budaya instan, tidak mau berjuang, dan hanya ingin enaknya saja! Budaya- budaya tersebut secara tidak langsung sudah tertanam sejak usia sekolah.
Coba saja lihat, anak sekolah yang sama sekali tidak mau belajar, tapi terobsesi punya nilai bagus. Apa yang ia lakukan? Mencontek. Atau mungkin seseorang yang ingin diakui sebagai lulusan sekolah atau universitas tertentu rela membayar mahal demi sebuah ijazah palsu, padahal normalnya untuk mendapatkan ijazah resmi, seseorang harus mengorbankan waktu dan tenaga terlebih dulu.
Salah siapa coba?
Dalam hal ini, keluarga juga memiliki andil yang bisa dibilang cukup besar. Orangtua yang suka terlalu membangga-banggakan orang lain atau siapa pun itu atas kesuksesannya, kadang bisa membuat si anak ingin sukses secara instan, secepat-sepatnya. Lagi-lagi, jangan hanya diceritakan kesuksesannya, tapi seharusnya diceritakan pula bagaimana berdarah-darahnya orang sukses tersebut dalam menggapai impiannya. There’s no free lunch, begitu katanya bukan.
Keinginan untuk bisa mendapatkan segala sesuatu secara instan tanpa usaha dan tanpa mau berjuang, sebenarnya malah merugikan orang tersebut. Apa saja kerugiannya?
1. Mudah iri dengan keberhasilan yang dicapai orang lain
2. Kurang bersyukur, sehingga tidak menyadari bahwa selama ini ia sudah diberikan kenikmatan yang begitu besar oleh Allah
3. Berjiwa rapuh, mudah terpengaruh, dan tidak punya prinsip
4. Sombong ketika berhasil, padahal semua terjadi karena kuasa Allah, selain juga karena usaha tentunya
Ada yang bilang, kita tak pernah tahu bagaimana susahnya cari uang, membeli ini itu dan yang lain, sampai kita berusaha untuk bekerja sendiri dan mendapatkan uang.
Ada kenalan saya yang harus berjuang mati- matian “hanya” untuk membeli netbook. Dia mengajar di sekolah, privat, menulis, ini, itu dan sebagainya. Alhamdulillah, pada akhirnya ia bisa membeli netbook. Bagaimana rasanya? Subhanallah, luar biasa nikmat. Bagi orang lain yang mungkin apa-apa tinggal minta tanpa usaha, tak akan mungkin bisa merasakan perjuangan yang dirasakan oleh kenalan saya tersebut (mungkin). Di sisi lain, kita mungkin sering melihat anak sekolah dari keluarga terpandang sengaja tidak mau sekolah hanya karena dia tak dibelikan HP baru. Padahal, di luar sana, banyak yang harus berjuang membanting tulang hanya sekadar untuk membeli HP bekas.
Ah, mungkin banyak di antara kita yang mungkin sudah kehilangan nilai-nilai kehidupan pemberian Sang Pencipta. Hati nurani sudah mati karena silau dengan materi.
Bila saat ini, saya, Anda, dan semuanya sedang berjuang, bersyukurlah, karena itu artinya kita masih diberi kepercayaan oleh Allah. Tak mungkin ada kemenangan tanpa perjuangan. Kemenangan tak hanya soal materi, tapi juga hati nurani.
Setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing! Setiap orang akan mencetak sejarahnya sendiri dengan perjuangannya tersebut!
Selama nyawa masih bernafas, selama itu pula kita “diwajibkan” untuk berjuang, setidaknya untuk kehidupan lain di masa depan!
Semangat!
Foto ilustrasi: google
No comments:
Write comments